AD (728x60)

Blog Archive

Flickr Photostream


All About Love And God Spot


Dynamic Drive

Agustus 15, 2009

Ponpes Al Mukmin Ngruki

Share & Comment
Ponpes Al Mukmin, Ngruki, yang Selalu Disorot "Gudang"
Wali Murid Terganggu, Manajemen "Talak" Wartawan

Nama Ponpes Al Mukmin, Ngruki, ''mengemuka'' setiap ada peristiwa pengeboman atau pengungkapan terorisme. Pengaitan itu tentu saja menyebabkan segenap penghuni ponpes terganggu.

KARDONO S., Solo
---

SEJAK 17 Juli lalu, Direktur Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, Jateng, Ustad Wahyudi telah menjatuhkan ''talak" kepada wartawan atau pers. Sebab, beberapa saat setelah pengeboman Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton di Mega Kuningan (17/7), kata dia, sejumlah media massa secara tak langsung justru memojokkan pihaknya.

''Anggapan-anggapan di luar lebih banyak mengganggu. Setiap pernyataan kami malah tak membuat kondusif suasana. Jadi, bukan bermaksud memusuhi media. Kami hanya tak mau ngomong terkait tudingan antara terorisme dan Ponpes Al Mukmin,'' kata Wahyudi ketika ditemui di Ponpes Al Mukmin, Ngruki, kemarin siang.

Menurut dia, setiap ada insiden peledakan bom atau terorisme sejumlah tudingan pun muncul. Di antaranya, menyebutkan bahwa yang diajarkan di Al-Mukmin hanyalah kitab-kitab Arab. Tak sedikit pula yang menyatakan bahwa ponpes tersebut sebagai gudang teroris. ''Padahal, di sini (Ponpes Al Mukmin, Red) bahasa pengantarnya adalah bahasa Inggris dan Arab,'' tegasnya.

Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Al Mukmin kini mempunyai 1.600-an santri. Berdiri di lahan sepuluh hektare, pondok pesantren tersebut mempunyai tiga kompleks pondok. Yaitu, untuk putra, putri, dan untuk pengajaran.

Lembaga pendidikan Islam itu mempunyai tiga lembaga pendidikan, yakni madrasah tsanawiyah (setingkat SMP), madrasah aliyah, dan mualimin (dua ini setingkat SMA). ''Tahun ini santri kami yang lulus dari ujian persamaan sudah seratus persen,'' kata Wahyudi bangga.

Namun, setelah tudingan-tudingan tersebut dan sejumlah lulusannya terlibat dalam kasus terorisme, hal itu kemudian mengganggu internal pondok tersebut.

''Saya menerima banyak komplain dari para wali murid. Saya memahami komplain tersebut karena khawatir anaknya menjadi macam-macam. Padahal, kami juga tak sepaham dengan terorisme,'' tandasnya.

Selain itu, Wahyudin mengatakan bahwa yang diajarkan pihaknya tak berbeda dengan pondok-pondok pesantren lainnya. Yakni, materi pengetahuan umum dengan titik tekan pada ilmu agama. ''Itu hal wajar karena kami memang lembaga pendidikan Islam,'' tandasnya.

Seperti laiknya ponpes yang lain, Al Mukmin juga menarik SPP dari santri Rp 500 ribu sebulan. ''Tapi, tetap ada sekitar 10 persen di antara total murid kami yang mendapat subsidi, bahkan gratis,'' tandasnya.

Anak-anak yang nyantri pun berasal dari beberapa daerah di Indonesia. ''Kami juga punya santri dari Papua,'' imbuhnya. Sekarang ini mayoritas berasal dari Jakarta.

Kegiatan sehari-hari para santri juga tak banyak berbeda dengan santri ponpes yang lain. Mereka bersekolah pukul 07.00 hingga pukul 14.00. Kemudian, istirahat dan salat Asar. Sesudah Asar, sejumlah kegiatan ekstrakurikuler pun tersaji. Selesai salat Magrib hingga Isya, para santri mendapat pelajaran lagi. ''Bersifat preview dari materi yang telah diajarkan,'' tambahnya.

Pukul 22.00, para santri tidur. Mereka harus bangun sekitar pukul 03.00. Para santri lalu salat malam, berlanjut Subuh, dan kemudian bersekolah lagi. Berdasar pantauan Jawa Pos, kegiatan ekstrakurikuler juga cukup hidup.

Kemarin, saat Jawa Pos datang, sejumlah murid madrasah aliyah tengah membuat sebuah panggung pentas dan menggrafitinya. Bentuk panggung sangat ''nyeni". Seorang santri yang tak mau menyebutkan namanya mengatakan bahwa dirinya sudah terbiasa dengan tudingan teroris.

''Biar orang lain menilai apa, yang jelas saya tak ada masalah,'' tambahnya. Santri itu mengakui bahwa ada di antara sejumlah teman yang beraliran ''keras''. Tapi, itu lebih merupakan pilihan sendiri. ''Yang jelas, di sini saya hanya menuntut ilmu,'' tambahnya.

Sejarah lembaga itu tergolong panjang. Berawal dari pengajian selepas Duhur di Masjid Agung, Surakarta. Kemudian, para dai dan mubalig yang ada di sana mengembangkan pengajian tersebut dengan mendirikan sebuah madrasah diniyah di Jalan Gading Kidul 72 A Solo.

Madrasah itu semakin berkembang ketika lembaga tersebut didukung Radis (Radio Dakwah Islam Surakarta). Hingga 10 Maret 1972, berdirilah Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki.

Pada awal berdiri, tercatat hanya 30 murid. Pendirinya, antara lain, Ustad Abu Bakar Ba'asyir dan almarhum Ustad Abdullah Sungkar. Dua orang itulah yang kemudian dituding polisi menjadi amir sekaligus pendiri Jamaah Islamiyah (JI), sebuah organisasi yang dihubungkan dengan Al Qaidah.

Menurut penuturan sejumlah anggota senior JI, JI terbentuk tak lepas dari peran Ustad Abdullah Sungkar. Pada 1993, Ustad Abdullah Sungkar berbeda pendapat dengan Ustad Masduki soal NII (Negara Islam Indonesia).

Ustad Masduki tetap menghendaki NII sebagai wadah perjuangan, sedangkan Ustad Abdullah Sungkar ingin berbentuk organisasi internasional. Abdullah Sungkar berpendapat bahwa NII merupakan romantisme masa lalu yang telah gagal.

Kemudian, sejumlah lulusan kamp Mujahidin, Afghanistan, diminta untuk memilih, ikut Ustad Abdullah Sungkar atau Ustad Masduki. Sejumlah nama seperti Ali Ghufron, Imam Hambali, dan Nasir Abbas memilih bergabung dengan Ustad Abdullah Sungkar.

JI kemudian berdiri. Nasir Abbas mengatakan bahwa Ustad Abu Bakar Ba'asyir pernah menjadi amir JI. Selain itu, sejumlah pihak mengatakan bahwa Noordin M. Top pernah dilatih khusus oleh Ustadz Ba'asyir.

Tudingan itu dibantah keras oleh Ustadz Ba'asyir. ''Bila ada polisi yang ngomong seperti itu, berarti itu polisi bodoh. Tulis itu, polisi yang menuduh saya adalah polisi bodoh,'' tandas ustad yang kini menjadi penasihat Ponpes Al Mukmin itu.

Ustadz Ba'asyir kemudian mengakui bahwa dirinya pernah tinggal di Malaysia. ''Tapi, sehari-hari saya berada di Negeri Sembilan. Sementara Noordin ada di Johor. Jaraknya 400 kilometer,'' tandasnya. Ustadz Ba'asyir mengatakan bahwa dirinya memang pernah ke Johor, tapi itu sekadar memberikan pengajian satu malam saja. ''Besoknya pulang lagi,'' tambahnya.

Dia menceritakan bahwa pengajian yang diberikannya terbatas kepada keluarga besar Ponpes Luqmanul Hakim, Johor. ''Ada banyak orang, termasuk Noordin. Tapi, saat itu belum ada 'top'-nya,'' ucapnya, yang kemudian disambut derai tawa hadirin di tempat tersebut.

Ustadz Ba'asyir kemudian mengatakan bahwa dirinya tak kenal Noordin secara khusus. ''Berbincang berdua saja saya tak pernah,'' tegasnya.

Selain itu, Ustadz Ba'asyir bersikukuh bahwa Air Setyawan dan Eko Pe'yang yang tewas saat penggerebekan Densus 88 di Jatiasih adalah seorang mujahid. ''Keduanya bukan teroris, tapi mujahid,'' tandasnya.

Bagaimana soal pengeboman? Ustadz Ba'asyir mengatakan bahwa keduanya mungkin keliru melakukan langkah-langkah perjuangan. ''Saya sendiri berpendapat, pengeboman hanya boleh di daerah perang. Tapi, semua itu kan tetap ijtihad. Keduanya bukan nabi. Jadi, bisa jadi mereka keliru. Tapi, itu tetap tak mengubah fakta, keduanya mujahid,'' tandasnya. [Jawapos, Sabtu, 15 Agustus 2009]-(Diperkaya Harun Radar Solo/iro)

Print this post

Sincerely,
Padhang Bulan

Tags:

Written by

We are the second largest blogger templates author, providing you the most excellent and splendid themes for blogger cms. Our themes are highly professional and seo Optimized.

0 komentar :

Posting Komentar

“Komentar yang bagus dan benar lebih baik dari sedekah yang menyinggung perasaan.”

 
@2015 | Designed by Templatezy | Redesigned by FlyCreator