AD (728x60)

Blog Archive

Flickr Photostream


All About Love And God Spot


Dynamic Drive

Agustus 09, 2009

Adik-Adik yang Membanggakan

Share & Comment

Jenazah ''Noordin" Dikawal Satu Peleton


JAKARTA - Setelah baku tem­bak di Desa Kedu, Temanggung, usai, jenazah lelaki yang diduga Noordin M. Top langsung dibawa ke Rumah Sakit Pusat Kepolisian Sukanto, Kramat Jati, Jakarta Timur, untuk diidentifikasi kemarin (8/8). Jenazah itu dikumpulkan dengan jenazah pelaku ledakan JW Marriott dan Ritz-Carlton.

Persiapan kedatangan jenazah teroris itu mulai tampak pukul 13.00. Satu peleton petugas dari Polres Jakarta Timur mengadakan apel persiapan pengamanan. Setelah itu, mereka memasang police line baru. Police line sebenarnya terpasang sejak upaya mengidentifikasi korban dan pelaku bom JW Marriott dan Ritz-Carlton Jumat 17 Juli silam. Namun, mereka memasangnya lagi karena garis polisi itu banyak dilanggar.


Selanjutnya, petugas menyeterilkan kawasan tersebut. Sekitar pukul 16.52, tiga mobil beriringan memasuki rumah sakit. Satu mobil Toyota Kijang kapsul di depan milik polisi, sementara dua lainnya adalah mobil jena­zah milik Yayasan Brata Bhakti. Mereka berhenti tepat di depan ruang post mortem.

Kemudian, mobil jenazah yang berada di tengah iring-iringan mengeluarkan peti kayu dari pintu belakang mobil. Peti kayu itu lantas dimasukkan ke ruang post mortem. Wakapolres Jakarta Timur AKBP Herry Purnomo mengatakan, jenazah yang diduga sebagai Noordin itu harus dikawal ketat. ''Biar bisa langsung dilakukan identifikasi,'' ujarnya.

Setelah itu, sejumlah petugas dari Indonesian Automatif Fingerprint Identification System (Inafis) ikut memasuki ruang tersebut. Informasi yang diterima Jawa Pos menyebutkan, jenazah teroris tersebut dikumpulkan dengan dua jenazah dari penangkapan di Jati Asih, Bekasi. Yakni, Aher Setiawan dan Eko Joko Arjono. Khusus untuk jenazah yang diduga Noordin, Inafis melakukan identifikasi sebelum diadakan tes DNA.

Ini berarti rumah sakit tersebut menyimpan lima jenazah teroris. Yakni, dua jenazah pelaku peledakan JW Marriott dan Ritz-Carlton, dua jenazah dari Jati Asih, Bekasi, dan satu jenazah yang mirip Noordin.

Peti jenazah tersebut diterbangkan melalui Bandara Adi Sutjipto, Sleman, Jogja, sekitar pukul 15.00 kemarin (8/8). Jenazah yang diangkut mobil ambulans benomor 1313 XX milik Polda Jateng itu dikawal satu peleton polisi.

Tiba di bandara sekitar pukul 13.26, mobil pengangkut peti jenazah itu masuk melalui pintu kargo di sebelah timur. Melaju kencang, mobil diarahkan ke barat. Mobil berhenti tepat di hadapan pesawat Transwisata PK-TWN yang diparkir di depan pintu kedatangan domestik.

''Langkah itu untuk menghilangkan jejak dulu," tutur seorang polisi berpangkat AKP, sambil berlari menuju tempat berhentinya mobil pengangkut jenazah yang diduga gembong teroris nomor wahid di Indonesia itu. Perwira pertama polisi itu tidak menyebutkan detail maksud dan tujuan penghilangan jejak itu.

Awalnya, sejumlah wartawan mengira jenazah dibawa menggunakan pesawat jenis Biz Jet bernomor P-8001 milik Polri yang diparkir di sisi timur bandara. Hingga sekitar satu jam, peti jenazah tetap dibiarkan berada di mobil milik Polda Jateng itu. Baru setelah mesin pesawat Transwisata PK-TWN dihidupkan, aparat tampak bersiap-siap.

Mobil jenazah lantas diarahkan mendekati pesawat. Sekitar pukul 14.30, anggota Densus 88 dibantu petugas dari Dokkes Polda DIJ mengangkut peti jenazah berwarna cokelat itu ke dalam bagasi pesawat. Kendati begitu, pesawat tidak kunjung lepas landas.

Sumber Radar Jogja (Jawa Pos Group) di Bandara Adisutjipto menuturkan, pesawat akan lepas landas setelah rombongan penumpang pesawat tiba. Pada saat bersamaan, lebih dulu lepas landas pesawat Biz Jet P-8001 yang membawa Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri dan rombongan usai ke Temanggung, menuju Jakarta. Pesawat Transwisata PK-TWN mengudara se­kitar setengah jam kemudian.

Sebelumnya, Hendarso didampingi Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Nanan Soekarna dikabarkan tiba di Bandara Adi Sutjipto sekitar pukul 06.00 kemarin (8/8). Kapolri dengan menumpang helikopter Polri lantas melanjutkan perjalanan menuju Dusun Beji, Kedu, Temanggung. (aga/yog/jpnn/iro)

*** * ***

Dahlan Iskan: Adik-Adik yang Membanggakan


MENYAKSIKAN siaran langsung penyerangan yang dilakukan polisi terhadap rumah yang dihuni buron teroris kakap Noordin M. Top di Desa Beji, Temanggung, Jumat sore sampai Sabtu siang kemarin, perasaan saya campur aduk: mula-mula tegang, lalu menjengkelkan, berkembang ke rasa bangga, dan berakhir agak kecewa.

Mula-mula, Jumat sore, saya pindah-pindah saluran antara TV One dan Metro TV. Agak malam, saya terus-menerus melihat Metro TV. Terasa sekali, dua stasiun TV itu bersaing dalam menyajikan peliputan terbaik. Dan Metro TV saya nilai menang tipis malam itu. Hanya sesekali saya mengecek ke saluran TV One, terutama kalau di Metro TV lagi siaran iklan.

Mengingat sampai pukul 00.00 belum ada tanda-tanda akan ada penyelesaian, saya memutuskan untuk tidur. Hari itu (7/8), saya baru memperingati tepat dua tahun menjalani transplantasi hati. Masih harus menjaga diri agar jangan tidak tidur semalam suntuk. Saya menduga, penyerangan finalnya baru dilakukan pukul 03.00 atau 04.00. Sebagai orang yang pernah lama jadi wartawan, saya hafal: polisi sering melakukan penyergapan penting pada dini hari.

Tapi, saya tidak bisa tidur nyenyak. Pesawat TV memang tidak saya matikan. Mata saya menutup, tapi telinga membuka. Pukul 04.00 kurang, mata saya kalah dengan telinga. Saya ingin segera tahu apa hasil penyerangan final yang saya perkirakan sudah selesai dilakukan. Saya lirikkan mata yang masih mengantuk itu ke layar TV. Ternyata masih sama dengan sebelum saya tidur. Metro TV hanya menampilkan wawancara kurang menarik dengan pengamat intelijen. Mata sudah telanjur melek. Iseng-iseng saya coba pindah ke TV One. Terbelalak. TV One menyajikan gambar dari jarak dekat. Bahkan, tak lama kemudian, TV One mereportasekan adanya robot yang disuruh keluar-masuk ke rumah persembunyian Noordin M. Top itu.

Kian jelas TV One mulai menang terhadap Metro TV. Bahkan, menang telak. Sesekali saya pindah ke Metro TV, masih meneruskan wawancara kurang menarik itu. Saya kian tidak mau lagi pindah dari TV One. Saya sangat memuji kegigihan TV One dalam ''membalas" kekalahan tipisnya menjadi kemenangan telak itu. Penjelasan mengenai dilibatkannya robot dalam operasi tersebut sangat menarik. Meski saat itu gambar robotnya belum terlihat, penyebutan dikerahkannya robot dalam operasi tersebut sangat membangunkan saya.

Terus terang, saya belum pernah melihat robot polisi atau polisi robot yang disebut-sebut oleh penyiar TV One itu. Apalagi penyiar TV One tidak pernah mendeskripsikan seperti apa bentuk robot polisi tersebut. Sambil memperhatikan gambar di layar, saya terus membayangkan dengan imajinasi saya sendiri mengenai bentuk robot yang dimaksud. Yakni, sebuah robot seperti boneka kecil yang matanya adalah kamera. Lama sekali saya membayangkan robot seperti itu karena di layar memang belum pernah terlihat bentuk robot yang dimaksud.

Baru pada pukul 05.30 tepat, terlihatlah robot yang dimaksud di layar TV One. Ternyata seperti tank dalam bentuk lebih kecil. Yakni, berukuran panjang sekitar satu meter. Tangan-tangannya berada di atas kendaraan kecil itu. Tangan itulah yang membawa kamera dan benda-benda yang diperlukan untuk diletakkan di tempat sasaran.

Dari sinilah saya lantas menarik kesimpulan: rupanya, penyerangan tidak dilakukan dini hari tersebut karena masih menunggu datangnya robot dari Jakarta. Kehadiran robot tersebut amat penting sebagai langkah hati-hati. Jangan sampai ada petugas yang jadi korban. Sebab, berbagai pertanyaan mengenai apa saja yang ada di dalam rumah di sebelah bukit itu memang masih belum terjawab. Misalnya, berapa orang sebenarnya yang ada di dalam rumah itu. Ada berapa senjata dan jenis apa saja. Adakah bom tersimpan di sana dan seberapa besar.

Pengintaian yang terbaik dan paling tidak membawa risiko adalah pengintaian cara modern dengan robot. Tapi, saya tidak pernah menduga bahwa Densus 88 dilengkapi robot! Mendengar digunakannya robot tersebut dan kemudian melihat di layar kaca mengenai bentuknya, saya benar-benar bangga kepada polisi Indonesia. Tidak sejelek yang banyak dikatakan orang.

Dengan melihat robot itu, kejengkelan saya mengenai lamanya proses pengepungan tersebut hilang sama sekali. Semula saya bertanya-tanya mengapa proses itu begitu lama? Sebegitu kuatkah Noordin M. Top? Kurang merasa kuatkah Densus 88? Tapi dengan munculnya robot di pagi buta itu, saya mengakui bahwa polisi memang perlu menggunakan adagium ''lebih cepat lebih baik". Menunggu datangnya robot bisa dibilang ''lambat tapi tepat". Untuk apa juga cepat-cepat tapi ceroboh. Toh, sang buron tidak akan bisa lolos lagi. Pengepungan sudah dilakukan secara tepung-gelang. Posisi rumah ''itu" juga sangat ''enak" untuk dikepung. Bahkan, banyak wartawan saya yang dengan guyon mengatakan ''lebih baik pengepungan dilakukan satu minggu". Lebih dramatik.

Menjelang fajar itu, perkembangan memang sangat dramatis. Untuk memasukkan robot, pintu depan harus diledakkan dulu agar terbuka. Lalu, robot masuk. Wartawan TV One, kelihatannya, berhasil mengambil posisi bersama polisi yang membaca layar monitor hasil kerja kamera yang dipasang di robot. Karena itu, wartawan TV One bisa melaporkan mengenai keadaan di bagian depan rumah tersebut: tidak ada orang sama sekali di situ. ''Mata" robot lantas bisa melihat ada pintu tertutup yang menghubungkan bagian depan dan bagian belakang rumah itu. Maka, robot ditarik kembali ke luar.

Tugas robot rupanya masih panjang. Dia harus masuk lagi ke rumah tersebut dengan membawa bahan peledak. Yakni, untuk ditempatkan di dekat pintu tertutup itu. Asumsinya, para teroris sudah pindah ke bagian belakang rumah. Mungkin, sejak diledakkannya pintu depan. Bukankah sebelum itu masih ada perlawanan dari dalam rumah bagian depan? Yakni, berupa tembakan beberapa kali, terutama antara pukul 21.00 sampai 01.00?

Tugas meletakkan bom kecil di dekat pintu tertutup tersebut, rupanya, berhasil dilakukan robot dalam waktu cepat. Robot lantas ditarik keluar. Tak lama kemudian: blaaar! Ledakan berskala sedang terdengar. Jendela-jendela tergetar dan mengeluarkan percikan debu serta pecahan kaca. Itu pertanda pintu yang dimaksud mestinya sudah terbuka. Sang robot kembali ditugaskan melakukan pengintaian. Masuk ke bagian belakang rumah tersebut. ''Mata" robot melihat ke sana kemari, tapi tidak ada apa-apa. Kecuali barang yang berantakan. Berarti, tidak ada kemungkinan lain kecuali satu ini: sang buron menyingkir ke kamar mandi. Apalagi, jam sudah menunjukkan pukul 08.00. Saatnya semua orang menunaikan hajat....

Apakah robot ditugaskan kembali untuk meledakkan pintu kamar mandi? Ataukah ditugaskan kembali membuka pintu belakang rumah itu? Ternyata tidak. Hasil perhitungan polisi tentu sudah final: Noordin M. Top terpojok. Lebih gampang menyergapnya.

Tugas membuka pintu belakang, rupanya, diserahkan kepada juru tembak yang ada di bukit di belakang rumah tersebut. Puluhan polisi memang sudah bertengger di bukit yang hanya sedikit lebih tinggi daripada atap rumah itu. Serentetan tembakan diarahkan tepat mengenai tembok di sekitar kusen pintu belakang tersebut. Rentetan tembakan itu begitu akurat sehingga seluruh dinding di sekitar kusen menganga. Pintu pun roboh beserta kusennya. Karena itulah, meski tidak terlihat di layar TV, saat itu debu tembok bergumpal-gumpal seperti awan di bagian belakang rumah tersebut.

Selanjutnya, penyerbuan dilakukan dari banyak arah. Pemirsa TV One mengharapkan terjadinya klimaks yang dramatik. Pemirsa, seperti saya, berharap inilah untuk kali pertama dalam sejarah liputan langsung peristiwa seperti itu bisa ditonton secara live! Saya membayangkan seperti saat saya berada di AS dulu, yakni TV sedang melakukan siaran langsung pengejaran buron O.J. Simpson yang melarikan mobilnya di sepanjang jalan bebas hambatan No. 5. California. Klimaks pengejaran berjam-jam itu hebat sekali. Kita bisa melihat bagaimana polisi menaklukkan mobil O.J. Simpson, bintang American football yang legendaris itu.

Saya juga bisa berharap mengulangi menyaksikan siaran langsung pembajakan bus sekolah di Florida beberapa tahun kemudian. Berjam-jam kita bisa mengikuti perjalanan bus sekolah yang dibajak itu ke mana-mana sampai pada klimaksnya.

Dalam hal penyerangan rumah teroris di Temanggung kemarin itu, pemirsa tidak mendapatkan klimaks yang diharapkan tersebut. Ketika reporter TV One melaporkan pandangan mata mengenai klimaks itu, yang muncul di layar adalah gambar-gambar yang diambil sebelumnya yang diulang-ulang. Yakni, gambar beberapa polisi memasukkan pipa paralon yang ujungnya diberi pengait itu. Akibatnya, imajinasi pemirsa tidak nyambung.

Klimaks peristiwa itu seperti laporan pandangan mata dari radio. Reporter memberitahukan dengan baik bahwa polisi yang baru saja masuk rumah tersebut sudah kembali keluar lagi dengan memeragakan toast kepada polisi yang lain. Ini pertanda penyerangan telah selesai dan polisi meraih sukses. Klimaks seperti itu bahkan lebih jelak daripada siaran radio. Di radio, pendengar bisa berimajinasi secara penuh. Di layar TV One kemarin, imajinasi pemirsa terganggu oleh tayangan gambar di layar. Di suara sudah menyebutkan selesainya penyerangan itu, tapi di layar masih menggambarkan upaya keras para polisi memasukkan pipa paralon. Gambar itu "merusak" imajinasi karena pemirsa terpengaruh oleh tulisan "langsung" di layar. Padahal, yang dimaksud "langsung" adalah suaranya. Bukan gambarnya.

Apa pun, TV One harus diacungi jempol. Begitu telaknya kemenangan TV One sampai-sampai reporter Metro TV perlu menyampaikan kepada permirsa bahwa Metro TV hanya bisa mengambil gambar dari jarak jauh karena ingin mematuhi etika peliputan. Maksudnya: TV One telah melakukan pelanggaran.

Saya tidak mengomentari itu pelanggaran atau bukan. Yang jelas, TV One berhasil membina hubungan yang demikian hebat dengan pihak kepolisian sehingga bisa menitipkan juru wartanya bersama tim inti penyerangan yang bersejarah itu.

Dalam posisi Indonesia yang seperti sekarang, saya menilai siaran langsung kemarin membawa dampak yang amat baik. Terutama bagi tumbuhnya kepercayaan diri bahwa bangsa ini selalu mampu keluar dari kesulitan. Asal kita memang sungguh-sungguh. Dunia harus melihat itu. Sedangkan kita harus bertekad untuk lebih sering sungguh-sungguh.

Saya teringat akan kata-kata mantan Dandensus 88 Brigjen Surya Dharma, juga di TV One. "Berilah waktu. Adik-adik saya pasti mampu membongkar ini. Mereka itu hebat-hebat," katanya.

Saya pernah bepergian jauh selama empat hari bersama Brigjen Surya Dharma. Saya tahu kehebatannya. Saya juga tahu komitmennya yang benar-benar I love you full soal pemberantasan terorisme. Termasuk perhatiannya kepada orang-orang yang pernah terlibat terorisme. Waktu itu saya mendoakan agar dia tidak dipensiun. Saya kaget ketika tahu bahwa masa dinasnya ternyata tidak diperpanjang. Lebih menyesal lagi ketika tak lama kemudian terjadi peledakan bom di Marriott dan Ritz- Carlton. Saya agak ragu apakah "adik-adik saya" sebaik dia.

Ternyata dia benar. "Adik-adik saya" itu sangat membanggakan bangsa Indonesia. (Dahlan Iskan)
*** * ***

Robot Pengintai Buatan ITS, LIPI, dan Pindad


TEMANGGUNG - Saat rumah persembunyian yang diduga dihuni Noordin M. Top di Dusun Beji, Desa Kedu, Kecamatan Beji, Temanggung, dikepung, anggota Densus 88 memasukkan robot pengintai ke rumah Muh. Djahri tersebut. Setelah rumah itu diledakkan dan didobrak, robot tersebut bergerak maju dan mundur, masuk ke rumah, kemudian keluar dan berputar-putar di halaman depan rumah sederhana itu. Aksi robot tersebut menjadi hiburan bagi masyarakat yang menyaksikan jalannya penyergapan terhadap orang yang diduga sebagai buron nomor satu di Indonesia itu.

Dilaporkan dari TKP, ada dua robot yang "diterjunkan" untuk mengintai isi rumah tersebut. Dilengkapi kamera dan mampu bergerak lincah meski nirkabel, peran robot itu tentu sangat penting bagi Densus 88. Terbukti, robot tersebut bisa mengetahui lebih detail isi rumah itu sehingga Densus 88 bisa melakukan penggerebekan tanpa ada satu pun anggota yang terluka.

Terjadi adegan lucu ketika salah satu robot tak bisa bergerak karena terlilit kain gorden yang koyak. Salah seorang anggota Densus 88 berusaha mendekat dan mendorongnya dengan bambu panjang agar robot yang mirip tank itu terlepas dari lilitannya.

Robot tersebut, menurut penelusuran Radar Semarang (Jawa Pos Group), adalah milik Satuan Gegana Brimob. Robot itu dibuat bersama oleh Departemen Ristek, ITS, LIPI, dan Pindad. Ide tersebut dilatarbelakangi keinginan untuk membuat robot-robot penjinak bom sendiri.

Itu disebabkan harga robot-robot buatan luar negeri mahal serta suku cadang robot penjinak bom dan perawatan robot-robot yang dimiliki tim Gegana sebelumnya sulit. Maka, pemerintah Indonesia yang dikoordinasi Departemen Ristek telah membuat satu tim pembuat robot pengintai tersebut.

Mestinya, robot itu didesain lebih jauh untuk tidak sekadar mengintai, tapi juga menjinakkan bom. Namun, untuk menjinakkan bom, robot tersebut belum teruji. "Jadi, robot itu masih merupakan robot pengintai dan belum spesifik sebagai robot pelacak atau penjinak bom. Tapi, pengembangan itu mungkin akan dilakukan," jelas seorang personel Brimob yang tak mau disebut namanya.

Menurut dia, robot tersebut adalah robot remote penggerak yang dilengkapi pemancar atau antena akan berjalan ke depan, belakang, kanan, kiri, atas atau naik, dan bawah atau turun dengan kontrol dari keyboard (komputer). "Pada keyboard kan ada panah ke atas, bawah, kanan, kiri, page up, dan page down, yang dapat digerakkan dengan arah pergerakan dapat dilihat pada layar monitor komputer. Radius atau jarak pergerakan robot dapat diubah-ubah sesuai dengan kekuatan pemancar atau antena," paparnya.

Di bagian depan, robot dilengkapi sensor cahaya, kamera, dan inframerah yang dapat mengintai benda ke segala arah kendati dibatasi atau dihalangi tembok maupun benda lain. Inframerah akan menyala jika ruang yang dimasuki dalam kondisi gelap. Dengan begitu, robot tersebut tetap bisa mengintai atau mengidentifikasi benda yang ada dalam suasana gelap gulita.

Kecepatan robot dalam menjinakkan bom sangat tergantung dari kecepatan operator yang mengendalikannya. Bahan bakar yang digunakan untuk menggerakkan robot adalah aki listrik. Robot itu juga dilengkapi sabuk roda seperti yang dimiliki tank, yang membantu robot tersebut menaiki tangga tanpa harus terpeleset. Kecepatan geraknya sama dengan kecepatan jalan manusia, yaitu 3 meter per detik. "Dari jarak 6 kilometer, robot penjinak bom itu bisa dioperasikan. Jarak tersebut cukup aman untuk mendeteksi bom," ujarnya.

Prototipe robot yang diharapkan mampu membantu tugas pasukan Gegana dalam mendeteksi bom itu bisa membantu tugas polisi atau militer. Sebab, mobil robot tersebut digunakan dengan target utama untuk kepentingan pertahanan dan keamanan. (smu/isk/jpnn/iro)
*** * ***

Kapolri Tunggu Tes DNA untuk Memastikan Teroris yang Tewas


TEMANGGUNG - Pengepungan selama 18 jam oleh tim Densus 88 terhadap rumah Muh. Djahri (bukan Muh. Zahri) di Dusun Beji, Desa Kedu, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung, kemarin (8/8) berakhir melegakan. Seorang pria di rumah tersebut yang diduga sebagai Noordin M. Top tewas setelah tubuhnya diberondong peluru.

Namun, belum ada keterangan resmi yang menyebutkan bahwa pria yang tewas tersebut adalah Noordin.

Dari sejumlah sumber yang dihubungi Jawa Pos, diperoleh beberapa alasan yang menguatkan dugaan bahwa pria yang tewas di rumah Djahri tersebut adalah Noordin. Di antaranya, hal itu berdasar pemantauan tim Densus 88 selama tiga bulan terakhir yang mengikuti jejak Noordin.

''Selain itu, Temanggung adalah salah satu daerah yang difavoritkan Noordin, selain Cilacap, Wonosobo, dan Semarang. Karena itu, kami yakin jenazah tersebut adalah Noordin,'' kata sumber Jawa Pos di lingkungan kepolisian.

Namun, sumber lain Jawa Pos yang ikut dalam penggerebekan di Temanggung itu justru meragukan bahwa jenazah tersebut adalah Noordin. Beberapa alasannya, antara lain, setelah dilihat secara fisik, pria yang tewas tertembak itu kurang pas dengan ciri-ciri fisik Noordin. Misalnya, pria yang tewas tersebut lebih pendek daripada tinggi Noordin.

''Jasad itu lebih pendek dari profil Noordin. Mengubah tampilan fisik bisa-bisa saja, tapi mengubah tinggi badan? Tampaknya hal yang mustahil,'' papar sumber tersebut (selengkapnya tentang hal-hal yang menguatkan dan melemahkan bahwa jasad itu adalah Noordin atau bukan, baca grafis).

Berdasar data yang diperoleh polisi tentang Noordin, gembong teroris tersebut berkulit putih dan selalu mengenakan kemeja lengan panjang untuk menutupi penyakit kulit di sekujur tubuhnya yang menyerupai kudis. Ciri-ciri itu tak ditemukan pada jasad yang ditemukan di rumah Djahri tersebut.

Selain itu, pola perlawanan pria di rumah Djahri tersebut bukan khas teroris sekaliber Noordin. Salah satu ciri utama yang tak tampak dalam penangkapan kemarin adalah bom. Tak ditemukan rompi bom bunuh diri yang menjadi ''seragam'' Noordin. ''Itu tidak ditemukan. Kalau itu Noordin, sungguh sangat mengherankan,'' tegasnya.

Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri ketika memberikan keterangan pers kemarin belum berani memastikan bahwa jasad di rumah Djahri itu adalah Noordin. Untuk memastikan, lanjut dia, diperlukan langkah-langkah lanjutan. Di antaranya, tes DNA. ''Tim terus melanjutkan tugasnya,'' katanya di Rupatama Mabes Polri kemarin (8/8).

Polisi, lanjut dia, meyakini masih ada pelaku-pelaku teror selain Noordin. Beberapa di antaranya sudah diidentifikasi. Bambang menyebut inisial UR, AJ, WR, dan ST. ''Fotonya akan kami sebar,'' ujarnya.

Dalam pengepungan di Temanggung yang dimulai sejak Jumat sore itu, jasad yang diduga sebagai Noordin tersebut ditemukan di kamar mandi. Sekitar pukul 08.30, pria yang terkepung sendirian itu sempat membalas tembakan dengan pistol.

Setelah penyerbuan yang dihadiri langsung oleh Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri dan Kapolda Jateng Irjen Pol Alex Bambang Riatmodjo tersebut, petugas identifikasi langsung melakukan olah TKP. Polisi juga mengamankan satu karung besar barang-barang pria anggota komplotan teroris tersebut.

Setelah olah TKP, jenazah tersebut dimasukkan dalam satu peti yang dibawa mobil kedokteran Polda Jawa Tengah. Jenazah itu langsung dikirim menggunakan pesawat dari Bandara Adi Sutjipto, Jogjakarta, menuju Jakarta.

Penggerebekan di rumah milik keluarga Muh. Djahri itu tergolong cukup lama. Dibutuhkan waktu lebih dari setengah hari untuk melumpuhkan gembong teroris tersebut. Dimulai pada Jumat (7/8) pukul 16.00, sekitar 200 personel Densus 88 Antiteror langsung mengepung rumah tersebut.

Perimeter sekitar 1 km pun disterilkan dan lampu sorot berkekuatan 400 watt dikerahkan untuk menerangi. Setengah jam mengepung, polisi kemudian mulai menembaki rumah tersebut. Sepanjang malam hingga dini hari rentetan tembakan terus dilancarkan. ''Begitu terlihat bayangan atau siluet orang, langsung kami tembak,'' ungkap sumber tersebut.

Rentetan tembakan sepanjang malam tersebut ditambahi suara ledakan sekitar pukul 05.30. Diikuti tiga ledakan bom polisi yang ditambah rentetan tembakan. Pukul 09.45, empat anggota polisi yang menyerbu mendekat ke rumah. Yang dituju pertama adalah kamar mandi. ''Sebelumnya, tim sniper di atas bukit merasa yakin sejumlah tembakannya mengenai sosok yang terlihat di kamar mandi,'' paparnya.

Seorang anggota tim tersebut kemudian mengacungkan jempol tanda sasaran telah tewas. Pukul 09.55, police line mulai dipasang. Itu merupakan tanda bahwa rumah tersebut sudah sepenuhnya dikuasai polisi.

Kapolri Bangga Anak Buah

Kegigihan Densus 88 mengejar pelaku teror memang layak diacungi jempol. Kapolri bangga dengan perjuangan anak buahnya dalam operasi penggerebekan di Jatiasih, Bekasi, dan Temanggung. Dia membantah jika selama ini dianggap tidak bekerja. ''Polri menjalankan tugas tanpa kenal lelah dan capai,'' kata Kapolri.

Dia mencontohkan Kombespol Tito Karnavian (komandan Subden Intelijen Densus 88) yang sem­pat dirawat di RS Pondok Indah. Perwira menengah itu nekat berangkat bertugas meski belum fit. ''Dia cabut infusnya dan datang ke lokasi karena panggilan tugas,'' terangnya.

Demikian juga, Kompol Suwardi yang menderita stroke dan sempat dirawat di RS Siloam. Namun, dia tetap memikirkan tugas. ''Saya bangga dengan anak-anak di lapa­ngan,'' kata Kapolri yang kemarin didampingi Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji, Kabagintelkam Irjen Pol Saleh Saaf, Deputi Bidang Operasi Polri Irjen Pol Silvanus Yulian Wenas, dan Kadiv Humas Irjen Pol Nanan Sukarna.

Sasaran penangkapan berikutnya sebenarnya sudah diendus di Solo. Wilayah itu sebelumnya ditetapkan sebagai daerah operasi tim Densus 88, selain Jatiasih dan Temanggung. Menurut Kapolri, penyebab gagalnya operasi di Solo adalah cepatnya pemberitaan tentang operasi di Temanggung.

''Yang di Solo langsung check out (kabur, Red). Jadi, ada untungnya juga pemberitaan yang cepat (bagi teroris),'' terang Bambang sembari tersenyum kecil. Karena itu, Kapolri menggeleng saat di­tanya wilayah operasi berikutnya.

Namun, seorang perwira di Mabes Polri membisikkan sebuah kota di Jawa Timur. ''Yang dari Temanggung langsung ke sana. Istirahat di sana,'' katanya.

Bambang tak menyebutkan hasil operasi seru di Temanggung adalah Noordin M. Top. Pihaknya masih menunggu hasil tes DNA untuk memastikan bahwa yang bersangkutan adalah gembong teroris. ''Saya tidak ingin berandai-andai. Nanti menunggu hasil laboratorium,'' ujar Kapolri.

Dia juga mengatakan akan me­ng­ambil sampel DNA dari keluarga tersangka. ''Dengan begitu, secara yuridis formal bisa dipertanggungjawabkan,'' terangnya.

Kapolri mengatakan, saat peng­gerebekan tersebut tim Densus 88 menduga ada tiga pelaku di rumah di tengah persawahan itu. Ketiganya sudah diikuti dari Jatiasih, rumah yang menjadi safe house.

Berdasar hasil interogasi ter­hadap Aris dan Hendra yang ditangkap di Kedu, pihaknya menduga yang di dalam rumah adalah Noordin M. Top. Itu berdasar atas foto-foto terbaru Noordin yang kemarin juga ditunjukkan kepada wartawan. ''Ternyata hanya seorang di rumah itu,'' katanya.

Keberhasilan Polri dalam me­lakukan operasi di Jatiasih dan Temanggung, kata Kapolri, tidak lepas dari pengembangan penyelidikan pasca peledakan bom di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton. Ketika itu, pada malam setelah peledakan, polisi menyimpulkan bahwa aksi tersebut adalah bom bunuh diri.

Pada 1 Agustus, tim sudah meng­endus sebuah rumah kos di kawasan Mampang yang menjadi safe house. Dari rumah itulah, kamar 1808 Hotel Marriott dipesan. Selain itu, identitas tukang ojek yang sempat mengantar juga diketahui. ''Sebelum 1 Agustus, kami sudah mengetahui dan memeriksa pengemudi taksi Blue Bird yang membawa dua pelaku," jelas Kapolri.

Dari safe house itulah, polisi berhasil mendapatkan dua pelaku pe­ledakan bom di Marriott dan Ritz-Carlton, yaitu Danni Dwi Permana dan Nana Ikhwan Maulana. Kemudian, pada 5 Agustus, Densus 88 mengungkap nama Amir Abdillah (Kapolda Metro Jaya menyebut Amir Ibrahim).

Penangkapan Amir yang pernah bekerja di Hotel Mulia itu seperti membuka jalan bagi Densus 88 untuk mengembangkan perburuan terhadap Noordin. Itu terbukti dengan penggerebekan rumah di kawasan Jatiasih, Bekasi,. Sebelumnya, tim juga menangkap Yayan yang direkrut dan disiapkan untuk menjadi pelaku bom bunuh diri berikutnya.

Kapolri menjelaskan, di safe house Jatiasih itu Noordin sempat transit setelah peledakan Marriott dan Ritz-Carlton. Di rumah itu sudah siap kendaraan untuk aksi peledakan bom bunuh diri. Aksinya direncanakan dua minggu sejak 1 Agustus. ''Itu berdasar fak­ta yuridis tersangka Amir Abdillah yang memesan kamar 1808 (Hotel JW Marriott," bebernya.

Bom mobil yang disiapkan menggunakan pikap merah itu, rencananya, dikemudikan Ibrahim, florist Ritz-Carlton. ''Akan ditabrakkan atau diledakkan de­ngan model bunuh diri,'' ujarnya.

Terkait pemilihan lokasi safe house di Jatiasih, lanjut Kapolri, itu didasari alasan bahwa kawasan tersebut tidak jauh dari Cikeas, kediaman pribadi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Waktu tempuhnya hanya sekitar 12 menit dalam kondisi tidak macet.

Jawa Pos yang kemarin menapaktilasi alur rumah TKP Jati­asih sampai Cikeas hanya membutuhkan waktu 15 menit. Dari TKP menuju gerbang tol lingkar luar (JORR) hanya butuh waktu lima menit. Dari gerbang JORR itu menuju Cikeas memerlukan waktu sekitar 10 menit. Rencana serangan itu juga klop dengan informasi sumber Jawa Pos bahwa akan ada aksi bom mobil untuk SBY (JP 25/07). ''Ini memang fakta yuridis,'' tegas Kapolri.

Mengapa kediaman presiden menjadi sasaran? Mantan Kapolda Sumut itu mengungkapkan, pada 30 April lalu, Noordin memimpin rapat jaringannya di daerah Kuningan, Jawa Barat. Saat itu ditetapkan bahwa SBY menjadi salah satu sasaran teror karena dianggap membuat keputusan atas eksekusi mati tiga terpidana bom Bali -Amrozi, Mukhlas, dan Imam Samudra. ''Jadi, tidak ada hubungannya dengan politis,'' tegasnya. (vie/jpnn/ano/fal/rdl/sof/cfu/kum)
*** * ***

Muh Djahri Siang Khotbah Jumat, Sore Rumah Dikepung


SIAPA sebenarnya Muh Djahri (bukan Muh Zahri seperti diberitakan kemarin) yang rumahnya di Kedu, Temanggung, dikepung tim Densus 88 Jumat lalu (7/8)?

Menurut sejumlah tetangganya, pria kelahiran Temanggung 5 Juni 1940 itu sering menjadi imam masjid serta berkhotbah setiap Jumat di masjid dusun tersebut. Bahkan, ketika pasukan Densus 88 mengepung rumahnya Jumat sore lalu, siangnya Djahri berkhotbah di masjid dusun yang tak jauh dari rumahnya.

"Kami tidak menyangka dan sangat kaget ketika kemarin Jumat (7/8) kampung ini dikepung polisi," kata Sukarjo, ketua RT 1 RW 7 Dusun Beji, kepada Radar Semarang (Jawa Pos Group) kemarin di rumahnya, tak jauh dari rumah Djahri.

Sukarjo, yang menjabat hampir 10 tahun menjabat RT, menjelaskan, Djahri dikenal sebagai tokoh agama karena dia aktif menjadi imam dan berkhotbah. Sehari-hari aktivitasnya juga tidak mencurigakan atau tidak ada tanda-tanda sebagai pengikut teroris. Djahri diketahui sebagai pensiunan guru SD. Hingga saat ini dia juga masih mengajar di SMP Muhammadiyah Kedu. Selain itu, dalam pertemuan rutin RT dia juga terlibat. "Yang kami tahu dia orangnya baik, kegiatan selapanan RT juga hadir terus," katanya.

Sukarjo menambahkan, yang lain dari sosok Djahri adalah sikapnya yang tertutup. Hal itu ditunjukkan dengan tidak pernah main atau bersilaturahmi kepada tetangga yang punya gawe. "Kalau diundang yasinan atau kenduri, tidak pernah mau datang. Dia juga tidak pernah menggelar acara yasinan atau kenduri, sehingga warga sini tak pernah masuk rumahnya," ujarnya.

Mengenai kegiatan putra Djahri, Tatak Lusiantoro, yang selama ini disebut sebagai anak buah Noordin M. Top, menurut Sukarjo, Tatak sering mengadakan pengajian. Namun, umumnya yang datang dari luar desa. Bahkan, warga setempat hanya sedikit mengenal teman pengajian Tatak (Tatak kini menjalani hukuman setelah ditangkap tiga tahun lalu).

"Dulu sebelum Tatak ditangkap, di rumah Djahri memang sering ada pengajian. Namun, sejak ada informasi bahwa Tatak sudah ditangkap, tidak pernah ada lagi," jelasnya.

Kepala Dusun Hartoyo menyampaikan, Djahri sebetulnya bukan asli warga Beji Jurang. Dia pindahan dari Dusun Siwur, Kelurahan Karang Tejo, Kecamatan Keduyang, yang tak jauh dari Beji Jurang. Menurut dia, Djahri bersama sang istri Endang Istiningsih baru pindah ke Dusun Beji Jurang sekitar tiga tahun. "Dia pindah selepas pensiun mengajar di SD Karang Tejo sekitar akhir 2006," katanya.

Warga lain, Saminto, 35, mengungkapkan, dalam khotbahnya selama ini Djahri tidak pernah menunjukkan kalau dirinya pengikut teroris atau terlibat gerakan tersebut. Bahkan, khotbahnya sangat santun dan halus. Isinya pun tidak pernah menyinggung soal teroris atau seruan jihad.

"Sama sekali tidak pernah menyinggung soal tema teroris. Yang disampaikan layaknya khatib lain, sesuai tema bulanan," katanya. Saminto membenarkan, sebelum diamankan polisi pada Jumat sore (7/8), Djahri memang berkhotbah di masjid.

Saat itu, kata Saminto, khotbah Djahri mengenai penanaman semangat amal dan sedekah. "Kemarin isi khotbahnya tentang penekanan amal dan sedekah, terutama pada Ramadan, karena sebentar lagi memasuki Ramadan," tambah Sukarjo.

Putra Pemilik Rumah Diduga Teroris

Rumah sederhana berukuran 6 x 11 meter milik Muh. Djahri di RT 1 RW 7 Dusun Beji, Kedu, sebenarnya pernah didatangi Tim Densus 88 tiga tahun lalu. Tepatnya, saat tim tersebut mengejar anak pertama Djahri, Tatak Lusiantoro, sebagai pelaku terorisme.

Tatak yang diduga kaki tangan Jamaah Islamiyah (JI) ditangkap petugas di Wonosobo sekitar Ma­ret 2006, sebelum penyerbu­an Noordin di daerah Kretek. Tatak diduga kaki tangan Noordin M. Top dan Dr Azhari.

''Tatak itu jarang mau kumpul sama orang. Saya kurang kenal dia kok, Mas,'' jelas Marfuah, sa­lah seorang tetangga dekatnya. Bahkan, sebelum Tatak menghilang, Marfuah menjelaskan bahwa Tatak se­ring mengadakan rapat dan pengajian dengan warga luar Dusun Beji.

Penampilan mereka terlihat men­colok dengan celana cingkrang (di atas mata kaki) dan m­ayoritas berjenggot. ''Dulu, sering didatangi orang-orang bergamis. Tapi, karena kami pikir mereka orang baik, jadi tidak terlalu kami hiraukan,'' katanya.

Selama ini tamu yang datang ke rumah Muh. Djahri sulit terpantau. Sebab, rumah itu terletak di pojok kampung, bersebelahan de­ngan sawah, ladang jagung, dan lahan tembakau di sebelah kanan. ''Jika yang bersangkutan tidak melapor, kami pun tidak bisa mengetahui apakah Pak Muh. Djahri menerima tamu asing atau tidak," ujar Kepala Dusun Beji Hartoyo.

Namun, sebelum ada peristiwa tersebut, Hartoyo mengatakan bahwa pada Jumat pagi (7/8), dirinya menerima dua tamu yang mengaku sebagai petugas intelijen dari Jakarta dan Temanggung. Mereka bertamu hingga tiga kali dengan tu­juan meminta izin mengintai rumah Tito, yang berjarak sekitar 50 meter dari rumah Muh. Djahri, dan kompleks pemakaman umum di Dusun Siwur, Desa Karangtejo.

Setelah diberi izin, petugas intelijen tersebut meminta Hartoyo segera mendatangi rumah Muh. Djahri pada pukul 16.00. ''Namun, saya pun bingung karena jalan menuju rumah Pak Muh. Djahri sudah dikepung polisi dan warga sekitar," ujarnya. Pengepungan itu mengejutkan warga setempat.

Sebelumnya mereka tidak melihat orang-orang mencurigakan ke­luar masuk dusun. ''Setelah me­­ngetahui ada penangkapan te­roris, kami menduga Noordin atau pelaku yang ditangkap polisi berhubungan dekat dengan putra Muh. Djahri," ujarnya. (ali/dem/vie/jpnn/iro/kum)
*** * ***

Menghilang Bersama sang Ustad


Pelaku Bom Bunuh Diri JW Marriott Pemuda Asal Bogor

BOGOR - Misteri pelaku bom bunuh diri di Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton terungkap. Mereka adalah adalah Dani Dwi Permana, pelaku di Hotel Marriott, dan Nana Ikhwan Maulana pelaku di Hotel Ritz Carlton.

Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri (BHD) mengatakan, terungkapnya dua pelaku tersebut setelah polisi menemukan safe house di kawasan Mampang, Jakarta Selatan.

Selain itu, polisi juga mengorek keterangan dari sopir taksi. "Sopir itu yang membawa dua pelaku. (Sopir) sudah diperiksa dan taksinya disita," kata Kapolri dalam keterangan di Mabes Polri kemarin.

Polisi juga menguji DNA Danni dengan kakaknya, Jaka Karyana. Informasi lain menyebutkan Danni adalah penduduk warga Telaga Kahuripan, Candraloka, Blok DD14, Nomor 5, Bogor. Beberapa bulan terakhir rumah itu kosong.

Ibu Danni, Tin Karantika, bekerja di Kalimantan. Sang ayah, Zulkifli, mendekam di Lapas Paledang, Bogor, karena kasus pencurian brankas di kantor pengembang Perumahan Tirta Kahuripan belum lama ini. Sementara, Jaka lebih banyak tinggal di Jakarta.

Rumah bercat putih itu terlihat tidak terawat. Selama ini Danni ju­ga jarang menghuni rumah berpagar kayu tersebut. Dia lebih banyak tinggal di Masjid As-Surur.

Sehari-hari Danni memang ber­tugas menjaga dan membersihkan masjid tersebut. ''Berangkat dan pulang sekolah pun di masjid itu,'' kata salah seorang tetangganya.

Ketua RT 07 Ahat mengatakan bahwa Danni mulai tidak terlihat di perumahan tersebut sejak tiga bulan lalu. Tidak ada yang tahu ke mana Danni selama tidak terlihat itu.

Selama menjaga masjid, Danni terlihat dekat dengan Ustad Saefudin yang menjadi imam masjid. ''Danni dan Saefudin mempunyai hubungan yang dekat,'' kata dia.

Konon, Saefuddin adalah saudara Ibrohim yang merupakan salah seorang anggota jaringan teroris Noordin M. Top. Di perumahan itu, Saefuddin tinggal di blok CC3 nomor 6.

Namun, sebagaimana Danni, Sae­fuddin juga tak terlihat di rumahnya sejak tiga bulan terakhir. Ru­mah bercat kuning itu dibiarkan.

Ani, 35, tetangga Saefudin, mengatakan bahwa sebelum Saefudin meninggalkan kompleks tersebut, rumahnya didatangi beberapa tamu yang wajahnya rata-rata mirip orang Arab. Kemudian, beberapa hari ke depan rumah itu kosong.

Ani mengenal Saefuddin sebagai penjual madu. ''Tidak ada yang mencurigakan pada dirinya. Ha­nya, istrinya memang jarang ber­gaul dengan tetangga,'' tambah pe­rempuan tersebut. (roy/jpnn/ruk)
*** * ***

Buru Jaringan Teroris di Surabaya

Analis Ragukan Noordin Tewas


JAKARTA - Polisi memelototi dan membongkar satu per satu jaringan yang pernah dibentuk atau di­tinggalkan Noordin M. Top. Tim dari Mabes Polri juga bergerak menuju Surabaya untuk mem­buru sejumlah orang yang terindikasi terlibat dalam sindikat Noordin.

Nama pertama yang masuk daftar teratas adalah Nur Chandra alias Anton. Pria anak tukang jahit itu sebenarnya adalah nama lama. Dia dilaporkan pernah menjalani pendidikan kemiliteran Jamaah Islamiyah di Poso dari sejumlah pentolan JI secara langsung pada 2001. Chandra juga dikenal sangat dekat de­ngan dua teroris berdarah Malaysia, Dr Azhari Husin dan Noordin M. Top.

Bersama Syaifuddin Umar alias Abu Fida, pada 2005 Chandra mengatur pelarian Dr Azhari dan Noordin. Chandra juga yang mere­krut Kholili, salah seorang pentolan JI yang kini meringkuk di penjara.

Khusus untuk Noordin, Chandra memiliki kedekatan khusus. Dia menjadi wali nikah Noordin dengan Munfiatun pada 2004. Chandra pula yang mengenalkan Munfiatun kepada Noordin kare­na sebelumnya dia aktif merek­rut para mahasiswa di Malang untuk menjadi simpatisan JI.

Chandra juga diburu aparat kare­na terlibat dalam penyelundupan bahan peledak ke Ambon dan Poso. Dalam penggerebekan pada 2007, polisi menangkap Maulana dan seorang tangan kanannya di Tam­bak Asri dan Putat Jaya, Surabaya.

Dari dua lokasi itu, polisi menyita lebih dari 10 kg bahan peledak yang hendak diselundupkan ke Poso dari Jogja melalui Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Polisi yakin, bahan peledak tersebut berasal dari kelompok JI Jogja pimpinan Abu Dujana. Tetapi, Chandra tidak pernah tertangkap.

Sekitar dua bulan kemudian, polisi menangkap kelompok Abu Dujana di Jogja dan Arif, tangan kanan Abu Dujana, di kawasan Pulo Wonokromo, Surabaya. Chandra kembali disebut dan dicari.

Kabarnya, Chandra kembali ma­suk dalam daftar pencarian sete­l­ah diduga terlibat dalam pengeboman Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton. Kendati bukan tokoh vital, polisi yakin karena kedekatannya dengan Noordin, Chandra punya peran penting. Polisi hanya men­dapat informasi bahwa Chandra per­nah tinggal di kawasan Rungkut, Kenjeran, dan sejumlah dae­rah lain. Kemarin (8/8) Jawa Pos mendatangi rumah Chandra di Kertajaya. Sayang, pemilik rumah saat ini tidak mau berbicara.

Selain Chandra, polisi memantau Syaifuddin Umar alias Abu Fida. Pada 2005 Abu Fida ditangkap karena diduga ikut menyembunyikan Azhari dan Noordin.

Menurut koordinator Tim Penga­cara Muslim (TPM) Jatim Fahmi H. Bachmid, Abu Fida tidak pernah lagi terlibat dalam masalah terorisme. ''Dia sudah trauma dengan masalah terorisme. Dia memilih kembali menjadi pengajar.''

Kapolda Jatim Irjen Pol Anton Bachrul Alam memilih bungkam soal itu. ''Silakan langsung ke mabes saja,'' katanya singkat.

Sementara itu, analis terorisme Rakyan Adibrata ragu bahwa yang tertembak di Temanggung kema­rin adalah Noordin. ''Teknik pung­da­mah atau pengepungan dan peng­geledahan rumah yang tidak meng­gunakan granat asap, seper­ti yang dilakukan kemarin, membuktikan bahwa polisi memang berniat me­lancarkan serangan mematikan. Padahal, orang mati tak akan berguna di ruang interogasi,'' ujarnya.

Pengamat terorisme dan intelijen Dynno Cresbon juga tidak yakin, sosok teroris yang tewas ditembak di Temanggung adalah Noordin M. Top. ''Dilihat dari lokasi pengge­rebekan, meragukan kalau yang di dalam (rumah) adalah Noordin .''

Menurut dia, sebagai pemimpin tertinggi Al Qaidah di Asia Timur, Noordin selalu dikawal oleh se­dikitnya 3-10 orang. Mereka anggota pasukan khusus Jamaah Islamiyah. Persenjataan yang biasa dibawa adalah MK-3 hingga M-16. ''Mereka dilatih di kamp khusus di Filipina atau tempat lain.'' (rdl/dyn/ris/kuh/ano/dwi)


Sumber: jawapos.co.id (Minggu, 09-08-2009)

Print this post

Sincerely,
Padhang Bulan

Tags:

Written by

We are the second largest blogger templates author, providing you the most excellent and splendid themes for blogger cms. Our themes are highly professional and seo Optimized.

0 komentar :

Posting Komentar

“Komentar yang bagus dan benar lebih baik dari sedekah yang menyinggung perasaan.”

 
@2015 | Designed by Templatezy | Redesigned by FlyCreator